Translate

Translate

Kamis, 03 Oktober 2013

Gunung Padang di Cianjur Siap Dikupas

TEMPO.COBandung--Setelah diteliti dan dikaji selama 2 tahun lebih, Tim Terpadu Riset Mandiri (TRRM) kini siap mengupas Gunung Padang di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Tim akan meminta dukungan pemerintah provinsi Jawa Barat untuk meneruskan penelitian. Rencananya, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengundang tim untuk memaparkan hasil riset di Gedung Sate, Kamis, 3 Oktober 2013.

Salah seorang peneliti dari TRRM Danny Hilman Natawidjaja mengatakan, situs bebatuan di Gunung Padang diduga kuat tak hanya berada di lapisan atas, melainkan hingga ke bawahnya. Dari puncak gunung tempat situs bebatuan kini berada, jaraknya mencapai sekitar 200 meter ke bawah, atau mencapai sungai dan persawahan penduduk.

Tim yang beranggotakan lebih dari 10 orang, diantaranya ahli geologi, geofisika, arkeologi, sejarah, dan arsitektur itu yakin gunung tersebut merupakan bangunan batuan besar yang dibentuk oleh tangan manusia. Alasannya, posisi batuan kekar tiang (columnar joints) itu tak sesuai dengan kondisi alaminya. Bebatuan kekar tiang (columnar joints) itu dari pengamatan tim dan hasil galian Balai Arkeologi Nasional sebelumnya, dalam posisi rebah sejajar dengan tanah. "Batuan kekar tiang itu alaminya tegak vertikal," ujar Danny saat ditemui Tempo di kantornya, Rabu, 2 Oktober 2013.

Sejauh ini, kata Danny, tim belum bisa memastikan, apakah batuan seperti balok-balok itu asli dari Gunung Padang atau dibawa dari daerah lain. Untuk memastikan lapisan batuan di bawah situs, tim perlu mengupas tanah yang menutupi. Lokasinya, kata Danny, direncanakan di lereng Gunung Padang sebelah timur. "Yang dibuka lebarnya 3 meter dengan panjang ke bawah 10 hingga 15 meter," kata peneliti di Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung itu. Adapun rencana berikutnya, tim akan membuka jalan masuk ke bagian tengah dalam gunung. Tujuannya untuk memastikan adanya lorong (tunnel) lava di bekas gunung api purba tersebut.


Dari hasil pencitraan dengan metode geolistrik dan georadar, serta carbon dating untuk mengukur usia lapisan tanah dengan cara pengeboran hingga 15 meter, tim sementara ini menyimpulkan situs Gunung Padang terdiri dari 4 lapisan. Lapisan teratas yang usianya lebih muda, berusia 2500-3000 tahun lalu. Pada lapisan berikutnya, usianya 6000-7000 tahun lalu. Pada setiap lapisan itu, ditengarai ada struktur bangunan dari tumpukan batu. "Pada riset awal saya, badan Gunung Padang itu tingkat erosinya relatif lebih rendah dibanding bukit atau gunung di sekitarnya. Padahal patahan Cimandiri tak jauh," ujarnya.

Sebenarnya, kata Danny, tim masih kekurangan separuh data survey seismik tomografi. Pengumpulan data itu terhenti setelah sekelompok orang melakukan tindakan anarkis kepada peneliti di lapangan. Mereka, kata Danny, minta survey tim dengan cara peledakan dihentikan. "Kami tak pakai bom, hanya peledak sebesar mouse yang ditanam satu meter dalam tanah dan tidak merusak situs," kata dia.

Kerja tim riset Gunung Padang itu disoroti sekelompok ahli dan peneliti lain yang tergabung dalam kelompok Petisi 34. Salah seorang anggota kelompok itu, Sujatmiko mengatakan, mereka menilai kerja Tim Terpadu Riset Mandiri tidak mengikuti kaidah berwawasan ilmuwan dan pelestarian, misalnya rencana penggalian besar-besaran oleh tenaga yang tidak terlatih. "Kelompok petisi tidak menolak penelitian situs Gunung Padang, tetapi merekomendasikan kepada pemerintah atau Presiden dan Kementerian terkait untuk menghentikan sementara dengan alasan tersebut," ujarnya.

Maksud dan tujuan petisi yang utama adalah untuk menyelamatkan kawasan situs Gunung Padang yang telah diakui sebagai bangunan megalitik terbesar di Asia Tenggara. Menurut Sujatmiko, situs itu seharusnya dilindungi secara sistematis dan terarah dari kemungkinan terjadinya kerusakan.

Kelompok Petisi 34 sendiri meyakini, Gunung Padang hanyalah sisa gunung api purba yang tersusun dari batuan beku andesit basalt berstruktur kekar tiang. Posisi batu tiangnya bisa horisontal, sub-horisontal, atau bahkan tegak, kata geolog gaek berusia 72 tahun itu, tergantung dari proses terjadinya batuan beku tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar